5 pengusaha sukses di indonesia
1. Bob Sadino
Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933), atau akrab dipanggil om Bob, adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Ia adalah pemilik dari jaringan usaha Kemfood dan Kemchick.
Dalam banyak kesempatan, ia sering terlihat menggunakan kemeja lengan
pendek dan celana pendek yang menjadi ciri khasnya. Bob Sadino lahir
dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu
dari lima bersaudara.
Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun
mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya
yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk
berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan
menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.
Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia.
Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah
satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan
sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan
hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.
Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar
dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia
sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan
kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya
uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu.
Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat
tekanan hidup yang dialaminya.
Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam
untuk melawan depresi yang dialaminya. Bob tertarik. Ketika beternak
ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan
ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk
hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari
menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan
istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka
fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu
orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri,
memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari
pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang
berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan)
Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan
celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah
ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur
untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu
diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus
yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan
yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan
menangkap peluang.
Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan
kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang
telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk
membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting
tindakan,” kata Bob.
Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya
sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah
jatuh bangun, Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan
Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian
praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.
Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu,
berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki
ilmu yang melebihi orang lain.
Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau
mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob
meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob,
kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia
selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah
keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai,
tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah
bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan
Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Bob, anak bungsu dari lima
bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino,
pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal
dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes
buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di
Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih
terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Bob
sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang
yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya.
”Hati saya ikut hancur,” kata Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Bob
lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya,
Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri,
bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Bob bersikeras, ”Sayalah kepala
keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk menenangkan pikiran, Bob menerima pemberian 50
ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Bob
menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha
perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik
pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M,
Kebayoran Baru, Jakarta.
Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Bob
menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan,
dan 100 ton sayuran segar.
”Saya hidup dari fantasi,” kata Bob menggambarkan
keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil
fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ”Di mana pun
tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau
bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya
sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal
yang macam-macam.
Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat
musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika
shalat bersama istri dan dua anaknya.
Profil dan Biodata Bob Sadino
Nama :Bob Sadino
Lahir :Tanjungkarang, Lampung, 9 Maret 1933
Agama :Islam
Pendidikan :
-SD, Yogyakarta (1947)
-SMP, Jakarta (1950)
-SMA, Jakarta (1953)
Karir :
-Karyawan Unilever (1954-1955)
-Karyawan Djakarta Lloyd, Amsterdam dan Hamburg (1950-1967)
-Pemilik Tunggal Kem Chicks (supermarket) (1969-sekarang)-Dirut PT Boga Catur Rata
-PT Kem Foods (pabrik sosis dan ham)
-PT Kem Farms (kebun sayur)
Alamat Rumah: Jalan Al Ibadah II/12, Kemang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Telp : 793981
Alamat Kantor :Kem Chicks Jalan Bangka Raya 86, Jakarta Selatan Telp: 793618
2. Aburizal Bakrie
Aburizal Bakrie lahir di Jakarta,
15 November 1946, Dia adalah anak sulung dari keluarga Achmad Bakrie,
pendiri Kelompok Usaha Bakrie, dan akrab dipanggil Ical. Selepas
menyelesaikan kuliah di Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung pada
1973, Ical memilih fokus mengembangkan perusahaan keluarga, dan
terakhir sebelum menjadi anggota kabinet, dia memimpin Kelompok Usaha
Bakrie (1992-2004). Selama berkecimpung di dunia usaha, Ical juga aktif
dalam kepengurusan sejumlah organisasi pengusaha. Sebelum memutuskan
meninggalkan karier di dunia usaha, dia menjabat sebagai Ketua Kamar
Dagang dan Industri (Kadin) selama dua periode (1994-2004).
Pada 2004, Ical memutuskan untuk mengakhiri karier di dunia usaha,
setelah mendapat kepercayaan sebagai Menteri Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009. Dan
sejak terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar 2009-2010, waktu dan
energinya tercurah untuk mengurus partai.
Aburizal Bakrie Sebagai pengusaha Indonesia juga
merupakan Ketua Umum Partai Golkar sejak 9 Oktober 2009. Ia pernah
menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet
Indonesia Bersatu. Sebelumnya ia juga pernah menjabat sebagai Menteri
Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama, namun posisinya
berubah dalam perombakan yang dilakukan presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada 5 Desember 2005.
Ical pernah disebut-sebut sebagai orang terkaya se-Asia Tenggara. Dia
pengusaha yang terbilang paling gemilang pada sepuluh tahun reformasi
di Indonesia. Selain bisa keluar dari
krisis ekonomi yang mengancam perusahaannya, Bakrie Grup, justru bisa
menduduki posisi penting di pemerintahan.
Keluarga Bakrie pernah pula dinobatkan oleh Majalah Forbes Asia sebagai orang terkaya di Indonesia tahun
2007. Dia tidak membantah tetapi juga tidak menanggapinya secara
berlebihan. Apa rahasia sukses bisnis keluarga ini? KABAR heboh itu
bertiup dari Singapura. Dari Negeri Singa itulah, majalah Forbes Asia
edisi 13 Desember 2007 dilansir. Isinya, seperti tahun-tahun sebelumnya,
memajang daftar orang-orang super-tajir alias terkaya dari Indonesia.
Dan yang bikin heboh, jawaranya untuk tahun ini adalah Aburizal Bakrie,
pengusaha sekaligus politisi yang pernah tersuruk di masa krisis
ekonomi satu dekade silam.
Banyak orang terkesiap. Bagaimana mungkin Ical—panggilan akrab
Aburizal—yang sebelumnya masih di urutan keenam dengan kekayaan US$ 1,2
miliar, kini menyodok ke urutan teratas? Jawabannya, menurut hasil riset
Forbes, terletak pada kemampuannya melipatgandakan pundi-pundi
Kekayaannya.
Hanya dalam tempo setahun, kekayaan keluarga Aburizal Bakrie melejit hampir lima kali
lipat dari angka tahun lalu menjadi US$ 5,4 miliar atau sekitar Rp 50,2
triliun! Berkat prestasi ini, Aburizal langsung menggusur lima taipan
papan atas sekaligus. Bos Grup Raja Garuda Mas, Sukanto Tanoto, yang
tahun lalu dinobatkan sebagai orang terkaya, kini turun satu peringkat
ke urutan runner-up.
Grup Bakrie memang sedang mujur. Menurut seorang bankir investasi,
kelompok usaha ini diuntungkan dua berkah sekaligus: harga komoditas
yang melonjak di pasar dunia dan serbuan investor global di pasar modal
Asia-Pasifik. Itu sebabnya, indeks saham di sejumlah bursa di kawasan
ini melesat rata-rata 27 persen sepanjang tahun ini. BursaIndonesia
bahkan diperkirakan tumbuh hingga 52 persen.
Keluarga Bakrie sebagai pemilik 40 persen saham Bumi tentu ikut
sumringah. Saham yang dikantonginya itu kini bernilai tunai Rp 47
triliun. Ini berarti lebih dari 90 persen dari total kekayaannya yang
ditaksir Forbes sekitar Rp 50,2 triliun berasal dari kepemilikan saham
perusahaan tambang ini. ”Ini bukti pasar percaya,” ujar Aburizal di
Jimbaran, Bali.
Itu baru dari saham Bumi. Keluarga ini masih memiliki tambang duit lain di bursa Indonesia.
Harga saham PT Bakrieland Development naik 223 persen, PT Energi Mega
Persada 190 persen, PT Bakrie Sumatra Plantations 126 persen, PT Bakrie
& Brothers 96 persen, dan PT Bakrie Telecom 75 persen. Umumnya,
keluarga ini menjadi pemilik mayoritas di perusahaan-perusahaan publik
tersebut.
Lalu apa rahasia di balik kejayaan Grup Bakrie? Sejumlah analis dan
eksekutif dari grup bisnis ini menyebut kuncinya terletak pada
kepiawaian manajemen melihat peluang dan waktu dalam pengambilan
keputusan. Menurut Suryo Sulisto, Presiden Komisaris Bumi Resources, ini
tak lepas dari gerak cepat Grup Bakrie membajak para profesional
handal, dari dalam dan luar negeri, untuk menduduki posisi teras
manajemen.
Ada pula jawaban lain di balik
melejitnya bisnis Bakrie. Di mata ekonom Dradjad Wibowo, kunci
kesuksesan Bakrie merupakan gabungan tiga hal: keberuntungan, kepiawaian
membaca pasar, dan kedekatan dengan lingkar kekuasaan. Seorang bankir
investasi menambahkan satu faktor: kemujuran. Kelihaian Bakrie mencuri
peluang dari pesaing bisnisnya tak diragukan lagi.
Keluarga Aburizal Bakrie
Aburizal mempunyai tiga adik yaitu sebagai berikut :
Roosmania Odi Bakrie, menikah dengan Bangun Sarwito Kusmulyono
Indra Usmansyah Bakrie, menikah dengan Gaby Djorgie
Nirwan Dermawan Bakrie, menikah dengan Indira (Ike)
Aburizal menikah dengan Tatty Murnitriati dan dikaruniai tiga anak sebagai berikut:
Anindya Novyan Bakrie, menikah dengan Firdani Saugi
Anindhita Anestya Bakrie, menikah dengan Taufan Nugroho
Anindra Ardiansyah Bakrie, menikah dengan Nia Ramadhani
Pekerjaan
1992 - 2004 Komisaris Utama/Chairman, Kelompok Usaha Bakrie
1989 – 1992 Direktur Utama PT. Bakrie Nusantara Corporation
1988 – 1992 Direktur Utama PT Bakrie & Brothers
1982 – 1988 Wakil Direktur Utama PT. Bakrie & Brothers
1974 –1982 Direktur PT. Bakrie & Brothers
1972 – 1974 Asisten Dewan Direksi PT. Bakrie & Brothers
Referensi :
3. Chairul Tanjung
Chairul Tanjung lahir di Jakarta, 16 Juni 1962, dilahirkan di Jakarta dalam keluarga yang cukup berada. Ayahnya A.G. Tanjung adalah wartawan zaman orde lama yang menerbitkan surat kabar
beroplah kecil. Chairul berada dalam keluarga bersama enam saudara
lainya. Ketika Tiba di zaman Orde Baru, usaha ayahnya dipaksa tutup
karena berseberangan secara politik dengan penguasa saat itu. Keadaan
tersebut memaksa orangtuanya menjual rumah dan berpindah tinggal di
kamar losmen yang sempi
Dia merupakan adalah pengusaha asal Indonesia. Namanya dikenal luas sebagai usahawan sukses bersama perusahaan yang dipimpinnya, Para Group, Chairul telah memulai berbisnis ketika ia kuliah dari Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Sempat jatuh bangun, akhirnya ia sukses membangun bisnisnya. Perusahaan konglomerasi miliknya, Para Group menjadi sebuah perusahaan bisnis membawahi beberapa perusahaan lain seperti Trans TV dan Bank Mega
Selepas menyelesaikan sekolahnya di SMA Boedi Oetomo pada 1981, Chairul masuk Jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (lulus 1987). Ketika kuliah inilah ia mulai masuk dunia bisnis. Dan ketika kuliah juga, ia mendapat penghargaan sebagai Mahasiswa Teladan Tingkat Nasional 1984-1985.
Demi memenuhi kebutuhan kuliah, Ia mulai berbisnis dari awal yakni
berjualan buku kuliah stensilan, kaos, dan lainnya di kampusnya. Ia juga
membuka usaha foto kopi di kampusnya. Chairul juga pernah mendirikan
sebuah toko peralatan kedokteran dan laboratorium di bilangan Senen Raya, Jakarta Pusat, tetapi bangkrut.
Selepas kuliah, Chairul pernah mendirikan PT Pariarti Shindutama bersama tiga rekannya pada 1987. Bermodal awal Rp 150 juta dari Bank Exim,
mereka memproduksi sepatu anak-anak untuk ekspor. Keberuntungan
berpihak padanya, karena perusahaan tersebut langsung mendapat pesanan
160 ribu pasang sepatu dari Italia. Akan tetapi, karena perbedaan visi
tentang ekspansi usaha, Chairul memilih pisah dan mendirikan usaha
sendiri.
Kepiawaiannya membangun jaringan dan sebagai pengusaha membuat bisnisnya
semakin berkembang. Mengarahkan usahanya ke konglomerasi, Chairul
mereposisikan dirinya ke tiga bisnis inti: keuangan, properti, dan
multimedia. Di bidang keuangan, ia mengambil alih Bank Karman yang kini bernama Bank Mega. Ia menamakan perusahaan tersebut dengan Para Group. Perusahaan Konglomerasi ini mempunyai Para Inti Holdindo sebagai father holding company, yang membawahkan beberapa sub-holding, yakni Para Global Investindo (bisnis keuangan), Para Inti Investindo (media dan investasi) dan Para Inti Propertindo (properti).
Di bawah grup Para, Chairul Tanjung memiliki sejumlah perusahaan di
bidang finansial antara lain Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega
Life, Para Multi Finance, Bank Mega Tbk, Mega Capital Indonesia, Bank
Mega Syariah dan Mega Finance. Sementara di bidang properti dan
investasi, perusahaan tersebut membawahi Para Bandung propertindo, Para
Bali Propertindo, Batam Indah Investindo, Mega Indah Propertindo. Dan di
bidang penyiaran dan multimedia, Para Group memiliki Trans TV, Trans 7,
Mahagagaya Perdana, Trans Fashion, Trans Lifestyle, dan Trans Studio.
Khusus di bisnis properti, Para Group memiliki Bandung Supermall. Mal seluas 3 hektar ini menghabiskan dana 99 miliar rupiah. Para Group meluncurkan Bandung Supermall sebagai
Central Business District pada 1999. Sementara di bidang investasi,
Pada awal 2010, Para Group melalui anak perusahaannya, Trans Corp.
membeli sebagian besar saham Carefour, yakni sejumlah 40 persen.
Mengenai proses pembelian Carrefour, MoU (memorandum of understanding)
pembelian saham Carrefour ditandatangani pada tanggal 12 Maret 2010 di
Perancis.
Majalah ternama Forbes merilis daftar orang terkaya dunia 2010. Sebagai
sebuah pencapaian, menurut majalah tersebut, Chairul Tanjung termasuk
salah satu orang terkaya dunia asal Indonesia. Forbes menyatakan bahwa Chairul Tanjung berada di urutan ke 937 dunia dengan total kekayaan US$ 1 miliar.
Chairul menyatakan bahwa dalam membangun bisnis, mengembangkan jaringan
(network) adalah penting. Memiliki rekanan (partner) dengan baik
diperlukan. Membangun relasi pun bukan hanya kepada perusahaan yang
sudah ternama, tetapi juga pada yang belum terkenal sekalipun. Bagi
Chairul, pertemanan yang baik akan membantu proses berkembang bisnis
yang dikerjakan. Ketika bisnis pada kondisi tidak bagus (baca: sepi
pelanggan) maka jejaring bisa diandalkan. Bagi Chairul, bahkan berteman
dengan petugas pengantar surat pun
adalah penting. Dalam hal investasi, Chairul memiliki idealisme bahwa
perusahaan lokal pun bisa menjadi perusahaan yang bisa bersinergi dengan
perusahaan-perusahaan multinasional. Ia tidak menutup diri untuk
bekerja sama dengan perusahaan multinasional dari luar negeri. Baginya,
ini bukan upaya menjual negara. Akan tetapi, ini merupakan upaya
perusahaan nasional Indonesia bisa berdiri sendiri, dan jadi tuan rumah di negeri sendiri.
Menurut Chairul, modal memang penting dalam membangun dan mengembangkan
bisnis. Baginya, kemauan dan kerja keras harus dimiliki seseorang yang
ingin sukses berbisnis. Namun mendapatkan mitra kerja yang handal adalah
segalanya. Baginya, membangun kepercayaan sama halnya dengan membangun
integritas. Di sinilah pentingnya berjejaring (networking) dalam
menjalankan bisnis.
Dalam bisnis, Chairul menyatakan bahwa generasi muda bisnis sudah
seharusnya sabar, dan mau menapaki tangga usaha satu persatu.
Menurutnya, membangun sebuah bisnis tidak seperti membalikkan telapak
tangan. Dibutuhkan sebuah kesabaran, dan tak pernah menyerah. Jangan
sampai banyak yang mengambil jalan seketika (instant), karena dalam
dunia usaha kesabaran adalah salah satu kunci utama dalam mencuri hati
pasar. Membangun integritas adalah penting bagi Chairul. Adalah
manusiawi ketika berusaha,sesorang ingin segera mendapatkan hasilnya.
Tidak semua hasil bisa diterima secara langsung.
4. Hasjim Ning
Nama :Hasjim Ning
Nama Lengkap :Masagus Nur Muhammad Hasjim Ning
Lahir :Nipah, Padang, Sumatera Barat, 22 Agustus 1916
Agama :Islam
Isteri :Tiga orang (isteri ketiga Ratna Maida)
Anak :Lima orang
Pendidikan:
- SD Adabiah, Padang (1929)
- MULO, Padang (1933)
- Kursus Pembukuan A 7 B, Jakarta (1952)
- Universitas Islam Sumatera Utara (Doktor HC, 1963)
Karir:
- Presiden Direktur PT Djakarta Motor Company (1950-1953)
- Presiden Direktur (1953-1960
- Presiden Komisaris (1960-1984)
- Komisaris PT IRMC, Jakarta, (1984)
- Presiden Direktur PT Indonesian Service Company (1954-1972)
- Presiden Komisaris PT Bank Perniagaan Indonesia (1966)
- Presiden Direktur PT Pacto (1970)
- Presiden Direktur Nings and Associates (1974)
Kegiatan lain:
- Ketua Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) (1970-1971)
- Anggota Pengurus Yayasan Muslim Pancasila (1977)
- Ketua Umum Kadin Indonesia (1979-1982)
Alamat Keluarga Jalan Cikini Raya 24, Jakarta Pusat
Lahir dan dibesarkan di Nipah, Padang, Sumatera Barat, 22 Agustus 1916. Di situ juga dia mengecap pendidikan SD Adabiah, Padang (1929) dan MULO, Padang (1933). Kemudian, 1937, Hasjim Ning, yang kemudian bernama lengkap Masagus Nur Muhammad Hasjim Ning, hijrah ke Jakarta.
Dia jadi tukang cuci mobil. Dua tahun kemudian, dia sudah dipercaya
menjadi perwakilan NV Velodrome Motorcars di Tanjungkarang, Lampung.
Tak lama kemudian (1941), sempat jadi pemborong tambang batu bara di Tanjung Enim. Lalu dia kembali lagi ke Jakarta.
Kemudian menjadi administratur perkebunan teh dan kina di Cianjur.
Ketika itu pecah perang. Dia pun sempat ikut berperang bersama Alex
Kawilarang, 1945 di Cianjur, Bandung Selatan. Lima tahun dia pensiun dengan pangkat letnan kolonel. Lalu mengikuti Kursus Pembukuan A 7 B, Jakarta (1952).
Setelah
itu, Hasyim mendirikan Djakarta Motor Company. Tiga tahun kemudian,
usaha dagang mobil itu berkembang menjadi usaha perakitan mobil yang
pertama di Indonesia. Diberi nama Indonesian Service Station.
Sejak
itu, pengusaha yang mendapat gelar kehormatan Dr HC bidang Ilmu
Manajemen dari Universitas Islam Sumatera Utara, itu lebih banyak
dikenal sebagai pengusaha perakitan mobil. Padahal dia juga pengusaha
dalam berbagai bidang, baik ekspor-impor, bank, biro perjalanan, pabrik
kosmetik, maupun konsultan rekayasa.
Sebagai
pengusaha sukses dia pun terpilih menjadi Ketua Umum Kadin, 1979-1982.
Selain itu, dia juga masih sempat berkecimpung dalam dunia politik.
Bahkan menjadi Ketua Umum IPKI (1971). Partai ini kemudian ikut berfusi
menjadi PDI. Namun 1978 ia mengundurkan diri dari PDI. Kemudian
menyeberang ke Golkar menjelang Pemilu 1982.
Istrinya
yang sekarang, Ratna Maida, adalah yang ketiga. Nama sang istri
diabadikan pada nama yacht miliknya yang ditambat di pantai Marina, Ancol, Jakarta. Dengan yacht warna putih itu, penggemar golf ini sering memancing bersama keluarga. Ayah lima anak ini juga menyenangi musik klasik.
5. Martua Sitorus
Penampilannya sederhana. Orangnya tidak banyak bicara
dan sebagaimana pengusaha keturunan China di Indonesia, Martua Sitorus,
juga menganut paham sedikit bicara banyak bekerja.
Tiga tahun terakhir, namanya bertengger di papan
orang terkaya di dunia versi majalah Forbes. Awalnya Martua bekerja di
PT Musim Mas Medan di pabrik es. Karena orangnya rajin dan mampu
mengembangkan usaha Musim Mas, bos usaha perdagangan minyak sawit mentah
dan sabun cuci itu, Karim, memercayakan penjualan sabun dan minyak
sawit mentah kepada Martua.
Bila tahun lalu Martua menempati peringkat 522
terkaya di dunia dengan jumlah kekayaan US$1,4 miliar, kini kekayaan
Martua meningkat menjadi US$3,0 miliar. Peringkat pun terdongkrak
menjadi 316.
Sesungguhnya kekayaan Martua jauh di atas angka
tersebut jika asset yang ditangani pihak ketiga (perusahaan yang
dikendalikan pihak lain, namun dananya dari Martua) ikut dihitung.
Misalnya, pembangunan J.W. Marriot Medan yang sebagian sahamnya dimiliki Martua Sitorus.
Demikian juga perkembunan kelapa sawit yang kini dikembangkan di Afrika Barat seluas 200.000 ha belum masuk hitungan Forbes.
Martua sempat menyandang orang terkaya ke-7 di
Indonesia pada 2007 dan ke 14 pada 2006 versi majalah yang sama. Meski
berkebangsaan Indonesia, dia saat ini tinggal di Singapura sambil menyetir semua gurita bisnisnya.
Martua Sitorus, sesungguhnya dibesarkan oleh PT
Perkebunan Nusantara (PTPN) yang menjual minyak sawitnya kepada
perusahaan yang ditangani Martua dan keluarga lewat PT Karya Prajona
Nelayan yang berkali-kali mendapatkan penghargaan Primaniyarta dari
Departemen Perdagangan sebagai sebuah perusahaan trader yang mampu
memasok devisa besar bagi kocek negara.
Perjalanan bisnis Martua bukan tidak pernah dihadang
masalah. Ketika pajak ekspor crude palm oil (CPO) dekade 1990-an sempat
mencapai 80 persen, perusahaan trading minyak sawit mentah itu sempat
dituding mengekspor CPO secara illegal ke luar negeri untuk menghindari
pajak ekspor yang relatif tinggi (sekarang namanya bea keluar CPO dan
produk turunnya). Adiknya, Ganda Sitorus sempat buron dan kini
keberadaannya tinggal di Singapura.
Hal lain yang pernah membuat Martua pusing ketika salah satu anak usahanya yang mengekspor CPO ke Rotterdam ditunding
mencampur minyak sawit mentah dan solar, sehingga ditolak pembeli dari
Eropa. Hadangan tersebut bisa dilewati Martua dan group bisnisnya,
walaupun harus mengorbankan dana yang tidak kecil. Ongkos mengangkut
kembali CPO dari Rotterdam, bukan sedikit dan kerugian perusahaannya akibat CPO bercampur minyak solar itu lumayan besar.
Martua lahir 49 tahun lalu di Pematang Siantar, Sumatra Utara. Sarjana ekonomi dari Universitas HKBP Nommensen, Medan,
yang kecilnya dikenal dengan nama Thio Seng Hap dan dikenal juga dengan
panggilan A Hok Martua dulu sempat bekerja di pabrik es milik PT Musim
Mas di Belawan.
Setelah Martua mengetahui dan memahami seluk beluk
bisnis minyak sawit di pasar internasional, dia menggaet keluarga Kwok
Bersaudara untuk bekerja sama mengembangkan bisnisnya di Indonesia.
Martua memulai karir bisnisnya sebagai pedagang minyak sawit dan kelapa sawit di Indonesia dan
Singapura. Bisnisnya berkembang pesat karena Kwok Bersaudara terutama
William Kwok memasok modal dan memberikan kepercayaan penuh kepada
Martua mengembangkan dan mengendalikan bisnisnya di Indonesia.
Mulai dari bisnis memasok gula ke Indonesia,
perkapalan (pengangkutan), tangki timbun, pemasok pupuk kimia,
perdagangan minyak sawit mentah (PT Karya Prajona Nelayan), perkebunan
kelapa sawit, pabrik minyak goreng hingga pabrik pengolahan kelapa sawit
dirambah mulai dari Sumatra dan Kalimantan.
Pengembangan bisnis Martua tidak terlepas dari
pemberian fasilitas kredit oleh Bank Mandiri. PT Prajona Nelayan Group
(sebelum diubah namanya menjadi Wilmar Trading) mendapatkan kredit
investasi dan modal kerja dari Bank Mandiri.
Perusahaan ini pun sempat dikendalikan dari Gedung Bank Mandiri Medan sebelum pindah ke J.W. Marriot Hotel Medan yang kini sahamnya dimiliki sebagian besar oleh Martua Sitorus.
Pada 1991 Martua mampu memiliki kebun kelapa sawit
sendiri seluas 7.100 hektare di Sumatra Utara. Pada tahun yang sama pula
Martua bisa membangun pabrik pengolahan minyak kelapa sawit pertamanya.
Warga keturunan Tionghoa kemudian melebarkan sayapnya
dengan bendera Wilmar (singkatan dari William Kwok dan Martua)
International Limited. Perusahaan agrobisnis terbesar di Asia ini
merupakan perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Singapura.
Bahkan, untuk pabrik biodiesel, dia memiliki produksi terbesar di dunia.
Meski sebagai pemilik, Martua masih menduduki jabatan direktur
eksekutif di Wilmar.
Pembangunan biodiesel dilakukan di Riau pada 2007
dengan membangun tiga pabrik biodiesel, masing-masing berkapasitas
produksi 350.000 ton per tahun, sehingga total kapasitasnya 1,050 juta
ton per tahun.
Di negeri ini, Wilmar memiliki sekitar 48 perusahaan.
Salah satunya adalah PT Multimas Nabati Asahan, yang memproduksi minyak
goreng bermerek Sania. Dalam laporan keuangan Wilmar, total aset Wilmar
pada 2007 mencapai US$15,5 miliar, dengan pendapatan US$16,46 miliar.
Pada tahun itu Wilmar juga bisa membukukan laba bersih US$675 juta.